Sunday, August 5, 2007

Life is Waiting



I'm waiting for my paycheque. Monthly paycheque. While waiting for it, I put myself in difficult situation, doing something that I don't like anymore. Oh yeah this job is so irritating. The initial brief from Account people is so exciting, but doing it, getting through thousand revisions and till finally you see your work (that is not 100% original anymore) at the news paper, next day, is so painful.

I'm sure there are another stories that wait for me outside this building. Story of one man who try to strive in big cities, chasing never ending possibilities, doing what he likes and finally settle down, or maybe not. Or maybe, at the end of the day, end up in this kind of situation. Again.
I don't know. But it's worth to try. Otherwise I would not know. But I know for sure, Life is Waiting out there. Cheers, I'm preparing my resignation letter now.


Thursday, August 2, 2007

Comfort Zone


Nggak terhitung banyaknya jumlah job hoppers di Jakarta. Pindah dari satu agency ke agency lain, dari bank satu ke bank lain, atau dari lokalisasi satu ke lokalisasi lainnya.. Banyak. Sebenarnya apa yang dicari para job hopper tadi? Tawaran gaji yang naik terus setiap mereka pindah? Atau benefit-benefit lain seperti insurance yang unlimited atau bahkan housing loan? Atau outing ke luar setiap tahun? Apa semua pekerjaan itu harus dihitung dari jumlah angka-angka tadi?

Mungkin nggak semua orang berpikir seperti yang tadi. Sebagian job hoppers ada yang bener-bener pure ngerasa bosan dengan tempat kerja lama mereka. Alasannya bosannya macem-macem. Ada yang berpangkal dari kerjaan yang nggak challenging, itu-itu aja setiap hari. Ada juga yang ngerasa suasana kantornya bikin mereka 'tumpul'. Bahkan ada juga yang beralasan tempat makannya itu-itu aja.

Hal bagus dari seringnya pindah kantor, jenjang karir pasti lebih cepat. Iya dong. Mana ada orang yang pindah kantor untuk di posisikan di jabatan yang lebih rendah kecuali kalau soal gaji. Dan positifnya banyak hal baru yang challenging. Banyak hal baru yang bisa di pelajari juga. Tapi kredibiltas dan loyalitas para job hoppers perlu dipertanyakan. Apa sebab dia keluar dari perusahaan tempat dia bekerja sebelumnya. Kalau ternyata memang pattern, wah bisa-bisa hrd kantor kerepotan, 6 bulan setelah dia masuk mesti siap-siap cari pengganti. Yang ini malah bikin repot orang-orang.

Dan lain lagi kasusnya dengan orang-orang yang bertahan stay di suatu kantor untuk jangka waktu yang belasan tahun. Mereka ngelakuin hal yang sama setiap hari, duduk di tempat yang sama setiap hari dan ngerasa nyaman banget dengan kondisi mereka. Mereka tipe orang-orang yang cari aman. Cari aman dari kondisi di luar kantor yang sebenarnya susah untuk cari kerjaan baru. Cari aman dari kebijakan kantor lain yang mungkin punya kebijakan yang beda. Kalau dilihat dari kualitas orang-orang kayak gini, orang yang gak merasa dirinya tertantang untuk ngelakuin hal-hal baru berarti mereka orang yang nggak mau belajar. Dan seumur hidup, mereka akan bertahan dengan kualitas yang sama. Jadi orang yang terlalu nyaman dengan comfort zone nya adalah mereka yang mediocre. Mereka yang nggak mau maju. Bukan berarti salah juga sih orang yang seperti ini. Untuk urusan kantor yang dari tahun ke tahun ini aja sih mereka adalah orang yang tepat. Tapi untuk perusahaan yang ingin maju dimana setiap bagiannya orang-orang kayak gini yang jadi penghambat. Dan nggak ada jenjang karir untuk mereka.

Kenapa nggak kita, yang walaupun punya comfort zone sendiri, coba keluar sebentar dari comfort zone tadi. Coba hal baru. Lakuin project luar kantor (kalau seandainya urusan kantor yang bikin bosan). Renovasi rumah. Travel! Kalau nggak libatin diri dengan project-project sosial atau ikut quiz, di internet, tv, radio kek... Atau kalau mau gila lagi. Resign dari kantor! Well yang terakhir nggak di recommend kalau belom pasti sih.

Ada baiknya juga punya comfort zone, tapi sesekali keluar dari lingkaran nyaman ini juga perlu. Untuk tahu kualitas diri kita. Dan harus tahu jalan pulang balik nya.

Wednesday, August 1, 2007

Mind Travel


Alam pikiran itu luas. Dan luasnya tergantung dengan imajinasi kita. Buat gue, tenggelam dalam pikiran itu luar biasa. Masuk ke dalam setiap memori yang pernah terekam di otak, memainkan ulang kembali, dan sedikit membumbuinya dengan berbagai macam imajinasi jadi sebuah mind-blowing experience. Suatu kali saat pulang kerja, diantara macetnya senja dan himpitan gedung, lagi-lagi gue tenggelam dalam pikiran. Membayangkan naik vespa di antara jalanan oberoi, berdua, sambil menunggu sunset. Suara angin pelan-pelan terdengar di balik earphone iPod, Crush into Me, Dave Matthews band. Kemudian sedetik kemudian pindah ke jalan shinjuku, autumn wind, tersesat dalam ucapan-ucapan yang gak gue ngerti, udara malam yang dingin dan sebuah peta kecil di tangan. Sedetik kemudian pindah lagi di sebuah public space di raffles place, berteman dengan yoghurt dan sandwich mexican roast chicken, dan pisang. Ngobrol berdua, sambil ngelihatin manusia yang lalu lalang, one of the best place to chit chat till' the last train come.

Tin tin!! Bunyi klakson. Shit, lagi enak-enaknya. Ternyata balik lagi ke Jakarta yang senja hari, yang macet dan penuh polusi dan polisi. Polisi cepe yang asik asik minta ribuan, dan polisi lalu lintas yang malak puluhan ribu. Well.. kapan aja gue butuh kabur dari Jakarta, segampang gue mind traveling.